Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, sholawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada penutup para-Nabi dan Rasul, Muhammad bin Abdullah SAW, beserta kepada para keluarga dan sahabatnya.
Saudaraku yang terhormat:
Sesungguhnya keharmonisan sesama muslim, serta ikatan batin dan kekompakannya merupakan sebuah tujuan besar dari Maqashid Asy-Syari’ah, karena sesungguhnya tercapainya perkara ini merupakan ketentraman dan kekuatan bagi umat, bahkan keberhasilannya merupakan keberhasilan dunia dan akhirat, begitupun sebaliknya. Karena sesungguhnya kehinaan, kelemahan dan kesenjangan ummat, serta perpecahan adan konflik antar individu maupun masyarakat akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah dan di hadapan ummat manusia. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT: ﴾Janganlah kamu berselisih yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang﴿ Q.S. Al-Anfal : 46. Dan untuk menggapai tujuan utama dari persatuan dan ukhuwwah islamiyah, terdapat beberapa dalil dari Al-Qur’an dan Hadist yang menganjurkan seorang muslim untuk menjaga hak-hak saudaranya, dan memperhatikannya, serta mempertanyakan keadaannya, membantu untuk melaksanakan hajatnya dan mendoakannya. Sebagaimana tertulis juga dalil yang melarang permusuhan sesama muslim, karena sesungguhnya ukhuwwah islamiyah bukan hanya sebagai simbol yang diucapkan, bukan juga klaim-klaim tanpa bukti, aksi dan kejujuran, juga bukan sebagai catatan tambahan di dalam hidup. Maka hendaknya seorang muslim menjadikan hubungannya dengan muslim yang lain memiliki makna dan tujuan serta dimensi dan wujud yang ditampakkan oleh perilaku, hingga membuahkan hasil dalam keadaan.
Sesungguhnya memperhatikan perkara kaum muslimin merupakan bukti atas jujurnya persaudaraan, agungnya cinta, meningkatnya tanggung jawab, dan hidupnya hati nurani. Karena sesungguhnya tidak ada kebaikan bagi siapa saja yang hidup hanya untuk kepentingan dan kesenangan dirinya seorang. Dan tidak ada kehidupan dalam hati nurani bagi siapa saja yang tidak bergerak untuk memenuhi hajat orang lain serta tidak membela orang-orang yang terdzalimi, dan tidak ada tanggung jawab bagi siapa saja yang menutup mata dari kekurangan dan kebutuhan orang- muslim. Maka dengan melaksanakan kepentingan dan urusan umat muslim demi meraih ridha Allah dan menggapai nikmat-Nya maka sesungguhnya Allah akan memberikan ganjaran bagi hamba-Nya dengan ganjaran yang sama dari ucapan dan perbuatan yang ia lakukan. “Barang siapa yang memenuhi hajat saudaranya, maka Allah akan memenuhi hajatnya” (H.R. Bukhari dan Muslim). “Barang siapa yang menutupi hajat dan kekurangan orang muslim maka Allah akan menutupinya di hari kiamat” (H.R. Bukhari dan Muslim). Bahkan ia memperoleh kebaikan dari hal tersebut di sisi Allah. Karena “Manusia yang paling dicintai oleh Allah ialah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya” (H.R. Tabrani). Dan setiap seorang muslim membangun sesuatu demi kepentingan saudaranya dan membantu melaksanakan hajat saudaranya maka sesungguhnya kebaikannya akan berlipat ganda dan penerima manfaatnya pun akan berlipat ganda. Sebagaimana tertulis dalam hadist “Dan kamu menolong seseorang dalam urusan kendaraannya agar dapat ia kendarai, atau engkau angkat barang-barangnya ke atas kendaraannya itu juga termasuk sedekah, berkata: dan setiap ucapan yang baik juga sedekah, dan setiap langkah yang dilakukan menuju salat termasuk sedekah, dan menyingkirkan sesuatu yang menyakitkan dari jalan pun juga sedekah” (H.R. Bukhari dan Muslim). Tidak ada kebaikan di dalam bagusnya sebuah ucapan selama tidak memiliki tujuan yang murni yang berkaitan dengan kepentingan dan kebutuhan saudaranya, sebagaimana Allah SWT berfirman ﴾Tidak ada kebaikan dari kebanyakan rahasia mereka kecuali rahasia dari orang yang menyuruh sedekah atau berbuat kebaikan atau berbuat islah diantara manusia. Barang siapa yang berbuat demikian demi mencari keridaan Allah maka kelak kami akan memberinya pahala yang besar﴿ Q.S. An-Nisa: 114.
Saudaraku yang terhormat:
Tidak ada yang lebih indah dari perumpamaan Nabi SAW, yaitu ketika beliau menceritakan seperti apa seharusnya orang beriman dalam pembangunan dan kekuatan, serta saling berbagi dalam penderitaan dan kesulitan sebagaimana sabdanya: “Seorang mukmin bagi mukmin yang lainnya bagaikan dua bangunan yang saling menopang satu sama lain” (H.R. Bukhari dan Muslim). “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal mencintai, kasih sayang dan mengasihi bagaikan satu tubuh; Apabila satu tubuh anggota sakit, maka seluruh tubuhnya ikut terjaga” (H.R. Bukhari dan Muslim). Adakah yang lebih baik dari dalil-dalil ini tentang arti hidup seseorang demi kepentingan saudaranya?!
Sesungguhnya perhatian seorang muslim bagi saudaranya sangat beragam.
Diantaranya: memastikan menerima manfaat dan maslahat bagi mereka, karena “manusia yang paling dicintai oleh Allah ialah yang bermanfaat bagi manusia lain” (H.R. Tabrani). Selain itu: menghalangi terjadinya marabahaya dari mereka, karena sesungguhnya (Tidak ada bahaya dan membahayakan). Selain itu: melaksanakan hajat dan menutup kekurangannya, karena bukanlah anjuran nabi bagi siapa saja yang hidup dalam kekenyangan sedangkan tetangganya kelaparan, dan tidaklah sempurna imannya bagi siapa yang tidak menghindarkan tetangganya dari musibah, dan tidak ada yang lebih indah dan mulia selain kepedulian Rasulullah terhadap keprihatinan para sahabatnya. Beliau bersabda: “Aku adalah orang yang lebih berhak melayani kaum mukmin daripada mereka sendiri; Barangsiapa yang meninggal dari kaum mukminin dengan meninggalkan hutang, maka atas dirikulah pelunasannya. Dan barangsiapa yang meninggalkan harta, maka harta itu adalah untuk ahli warisnya.” (H.R Shahih Muslim). Selain itu: membela orang yang terdzalimi dan membalas orang-orang yang berbuat dzalim. “Tolonglah saudaramu baik yang sedang berbuat dzalim maupun yang sedang terdzalimi” (H.R. Bukhari). Selain itu: Islah antara dua orang yang berseteru, Allah SWT berfirman ﴾Sesungguhnya setiap orang mukmin adalah bersaudara, maka perbaikilah saudara kalian dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati﴿ (Q.S. Al-Hujurat: 10). Dan selain itu: menjaga hak-hak, darah, kehormatan, harta benda serta menjauhi atas segala bentuk keburukan, karena bagi siapa saja yang menyakiti muslim baik dari segi hak, kehormatan, harta atau darah maka ia telah lalai menjaga perasaannya, sehingga saudaranya menjadi lemah batinnya, dan itu bukan karena perhatian atau pertimbangan apapun. Selain itu: Menanggung saudara-saudaranya dan mencintainya serta membelanya dan tidak meninggalkannya pada saat mereka membuthkan. Bukanlah seorang mukmin bagi siapa yang membela musuh dan meninggalkan urusan saudaranya sesama muslim, “Tidak seseorang menelantarkan seorang muslim pada suatu tempat yang kehormatannya terampas dan harga dirinya terlecehkan, melainkan Allah akan menelantarkannya pada suatu tempat yang ia sangat mengharapkan pertolongan-Nya” (Hadits Hasan).
Selan itu: Ikut serta dalam suka maupun duka, baik itu sukacita mereka maupun duka mereka, selain itu: Melaksanakan tanggung jawab dengan cakap dan adil dalam musibah mereka dan mencapai kemaslahatan bagi mereka. Perkataan yang luar biasa dari Umar RA: Demi Allah, jika aku menemukan seekor keledai terperosok di Iraq, maka aku takut Allah bertanya kepadaku seraya Bertanya kepadaku “Mengapa tidak kau ratakan jalan untuknya?”. Dan berbagai contoh yang lain yang tidak dapat disebutkan di dalam makalah ini.
Sholawat dan salam kepada Rasulullah, keluarga dan sahabatnya.
الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على خاتم الأنبياء والمرسلين، محمد بن عبد الله وعلى آله وصحبه أجمعين، وبعد:
الإخوة الكرام:
إن تآلف المسلمين فيما بينهم، وتوحد قلوبهم، واجتماع كلمتهم ليعد مقصدا عظيما من مقاصد الشريعة الإسلامية، إذ أن في تحقيق هذا الأمر اطمئنانَ الأمة وقوتَها، بل وفلاحَها في الدنيا والآخرة، وعلى العكس تماما، فإن ذل الأمة وضعفها وهوانها على الله وعلى الناس مقرون بتفرقها، وتنازع أفرادها ومجتمعاتها، كما قال تعالى: ﴿ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ﴾ الأنفال:46 ، ولأجل تحقيق مقصد الأخوة والوحدة الإسلامية، جاءت في القرآن الكريم والسنة النبوية المطهرة العديد من النصوص التي تحث المسلم على رعاية حقوق إخوانه، والاهتمام بهم، والسؤال عن أحوالهم، وقضاء حوائجهم، والدعاء لهم، كما جاءت أيضا العديد من النصوص التي تنهاه عن الإخلال بموجبات الأخوة، وعليه فإن الأخوة الإسلامية ليست شعارات تقال ولا ادعاءات مجردة عن الأدلة والبراهين العملية والقرائن الصادقة، كما أنها ليست هامشا من الهوامش الإضافية في الحياة. فحري بالمسلم أن يجعل من علاقاته بالمسلمين علاقات ذات معان ومقاصد، وأبعاد وتجليات تظهر على السلوك، وتثمر في الأحوال.
إن في الاهتمام بأمر المسلمين دليل على صدق الأخوة، وعظمة المحبة، ورقي المسؤولية، وحياة الضمير، فلا خير في من يعيش لهموم نفسه وملذاتها فقط ، ولا حياة في ضمير لا يتحرك لحاجات الآخرين ومظلومياتهم، ولا مسؤولية عند من يغض طرفه عن مطالب المسلمين ونواقصهم. ففي القيام على هموم المسلمين وشؤونهم مرضاة لله وكسب لنعيمه ورضوانه، فإن الله يجزي عبده بجنس ما اكتسب من الأعمال والأقوال، “مَن كانَ في حاجَةِ أخِيهِ كانَ اللَّهُ في حاجَتِهِ” أخرجه البخاري ومسلم ” ومَن سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَومَ القِيامَةِ ” (أخرجه البخاري ومسلم). بل يكتسب بذلك الخيرية عند الله، لأن “أحبَّ الناسِ إلى اللهِ أنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ” (أخرجه الطبراني)، وكلما تبنى المسلم شيئا من هموم إخوانه وقضى لهم من حاجياتهم فإن روافد حسناته تتعدد، ومشارب منافعه تتمدد، ففي الحديث “وتُعِينُ الرَّجُلَ في دابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عليها، أوْ تَرْفَعُ له عليها مَتاعَهُ صَدَقَةٌ، قالَ: والْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ، وكُلُّ خُطْوَةٍ تَمْشِيها إلى الصَّلاةِ صَدَقَةٌ، وتُمِيطُ الأذَى عَنِ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ” (أخرجه البخاري ومسلم )، ولا خيرية في فضول الأقوال ما لم تكن ذات أهداف سامية تتعلق بهموم إخوانه ومتطلباتهم، كما قال الحق تبارك وتعالى: ﴿ لا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا﴾ (114) النساء
الإخوة الكرام:
لا أجمل من تشبيهات النبي صلى الله عليه وسلم البليغة وهو يحكي ما يجب عليه أن يكون حال المومنين في تشاركهم البناء والقوة، وتشاركهم الألم والمعاناة حيث قال: ” المُؤْمِنَ للمؤمنِ كالبُنْيانِ يشدُّ بَعضُهُ بعضًا ” (أخرجه البخاري ومسلم) وقال: :” مثلُ المؤمنين في تَوادِّهم، وتَرَاحُمِهِم ، وتعاطُفِهِمْ . مثلُ الجسَدِ إذا اشتكَى منْهُ عضوٌ تدَاعَى لَهُ سائِرُ الجسَدِ بالسَّهَرِ والْحُمَّى”(أخرجه البخاري ومسلم)، فهل هناك أبلغ من إفادة هذه النصوص لمعنى أن يعيش المرء لهموم إخوانه ؟!
إن لاهتمام المسلم بإخوانه مجالات متعددة من الأقوال والأفعال، والصور والأشكال.
فمن تلك الصور: تحقيق النفع والمصلحة لهم، فإن “أحبَّ الناسِ إلى اللهِ أنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ” أخرجه الطبراني ومنها: دفع الضرر عنهم، فإنه (لا ضرر ولا ضرار)، ومنها: قضاء الحاجات وستر العورات، فليس على طريقة رسول الله من يبيت شبعانا وجاره جائع، ولا يكتمل إيمان من لايسلم جاره بوائقه ، ولا أجمل وأجل من اهتمام رسول الله بهموم أصحابه، ومن ذلك قوله عليه الصلاة والسلام: “أَنَا أَوْلَى بالمُؤْمِنِينَ مِن أَنْفُسِهِمْ؛ فمَن تُوُفِّيَ وَعليه دَيْنٌ فَعَلَيَّ قَضَاؤُهُ، وَمَن تَرَكَ مَالًا فَهو لِوَرَثَتِهِ “(صحيح مسلم) ومنها: نصرة المظلوم ورد المظالم والأخذ على يد الظالمين “انصُر أخاكَ ظالمًا أو مَظلومًا ” (أخرجه البخاري)، ومنها: الإصلاح بين المتخاصمين، قال تعالى ﴿ إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ﴾ الحجرات: 10 ، ومنها: حفظ الحقوق والدماء والأعراض والأموال وكف الأذى بكل أنواعه، لأن كل من يجرح مسلما في حق أو عرض أو مال أو دم فقد فرط في مراعاة مشاعره، وجعل أخاه هينا في داخله، وليس ذلك من الإهتمام ولا المراعاة في شيء، ومنها: تولي إخوانه ومحبتهم ونصرتهم وعدم خذلانهم في مواطن الحاجة، فليس مؤمنا من يوالي عدوا ويترك موالاة أخيه المسلم ونصرته ، وفي الحديث: “ما من امرئٍ يخذل امرءًا مسلمًا في موطنٍ يُنتَقَصُ فيه من عِرضِه ، ويُنتهَكُ فيه من حُرمتِه ، إلا خذله اللهُ تعالى في موطنٍ يحبُّ فيه نُصرتَه ، وما من أحدٍ ينصر مسلمًا في موطنٍ يُنتقَصُ فيه من عِرضِه ، ويُنتهَكُ فيه من حُرمتِه ، إلا نصره اللهُ في موطنٍ يحبُّ فيه نُصرتَه “(حديث حسن)
ومنها: المشاركة في الأفراح والأتراح، والسرور لسرورهم والحزن لحزنهم، ومنها: أداء المسؤولية بكفاءة وعدل في قضاياهم وتحقيق مصالحهم ، وما أروع مقالة عمر رضي الله عنه حين قال: والله لو عثرت بغلة بالعراق لخشيت أن يسألني الله عنها: لِمَ لَمْ تسو لها الطريق؟ وغيرها من الصور التي لا يكفي المقام لذكرها،
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم وصلى اللهُ وسلم .