Risalah 2 : Peristiwa Isra’ dan Mi’raj : Hikmah dan Pelajaran

Setelah lebih dari delapan tahun, umat Islam dan Rasulullah Saw melalui berbagai cobaan dan ujian yang bertubi-tubi, Allah Swt berkehendak untuk memberikan suatu hal sebagai pemulian dan penghargaan bagi umat melalui Rasulnya. Peristiwa isra’ dan mi’raj hadir menghapus berbagai bentuk kegundahan dan keperihan. Peristiwa ini memberikan Nabi Saw cakrawala duniawi yang luas dan ruang surgawi yang membubung dengan jiwa dan hati nuraninya. Sehingga muncul benih-benih keteguhan hati, harapan yang kuat, dan tanda-tada kemenangan. Allah Swt berfirman : {Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi, dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisinya, dan Kami teguhkan kedudukan mereka di bumi}. (Q.S Al-Qashash : 5-6). Perjalanan isra dan mi’raj adalah perjalanan kenabian yang diberkati, yang melintasi berbagai alam ghaib, yang diceritakan malaikat Jibril kepada Rasulullah Saw dalam berbagai pertemuan keduanya. Itu semua menjadi kenyataan yang ditempuh Rasulullah Saw. Demikian itu merupakan sebuah bentuk penghormatan dan karunia yang luar biasa.

Perjalanan isra’ dan mi’raj menjadi pemisah dan pembeda antara kebenaran yang didukung oleh keyakinan, yang menghujam dalam hati orang-orang, yang percaya kekuasaan Allah Swt yang mutlak dan tidak terbatas, dengan kebatilan yang memandang segala sesuatu hanya dari sudut pandang alam nyata dan alam materi saja.

Setelah Nabi Saw kembali dari perjalanan isra’ dan mi’raj, beliau memberitahukan kepada orang-orang di sekitar tentang peristiwa menakjubkan tersebut. Namun yang terjadi tidak hanya respon buruk dari orang-orang yang mendengarkannya, berupa penolakan, pengingkaran dan penentangan saja. Namun juga menyebabkan kegundahan dan keragu-raguan sebagian orang-orang mukmin yang belum mampu memahami dan mencerna mukjizat tersebut. jika dipercayai akan membuat seseorang masuk pada golongan shiddiqun (orang-orang yang mempercayai), dan memberikan kesiapan untuk fase kemajuan Islam. Isra’ dan mi’raj merupakan salah satu cikal bakal bangkitnya Islam dari belenggu dan hasil perjuangan akan segera berada di tangan orang-orang yang beriman. Dengan kata lain isra’ dan mi’raj merupakan salah satu tahapan untuk perkembangan dan kemajuan Islam di dunia. {Dan demikianlah Kami wahyukan Al-Qur’an kepadamu dalam bahasa Arab, agar engkau memberi peringatan kepada penduduk kota (Mekah) dan penduduk sekelilingnya serta memberi peringatan tentang hari kiamat yang tidak diragukan }. (Q.S As-Syura : 7).

Masjidil Haram menjadi bukti pertama tentang kuatnya hubungan akidah Islam dengan Nabi Ibrahim, bapak para nabi dan simbol agama tauhid : {Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan ka’bah tempat berkumpul dan tempat aman bagi manusia. Dan jadikanlah maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, iktikaf, rukuk dan sujud}. (Q.S Al-Baqarah : 125). Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah Swt Ketika meninggalkan keluarganya di Masjidil Haram, dan berjalan menuju negeri Syam. Di sana (Syam) Dia menempatkan keturunannya (kenabian), di tempat yang  diberkati dan menjadi tempat turunnya wahyu kepada para nabi dan rasul dari keturunan Ishak dan Yakub. Allah perintahkan kita untuk mengimani mereka semua. {kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan kami berserah diri kepada-Nya}. (Q.S Al-Baqarah : 136).

Risalah Kenabian dan kerasulan terus berganti di antara keturunan Ibrahim, hingga sampai kepada Muhammad Saw sebagai nabi penutup. Mungkin hal ini dapat menjelaskan kepada kita mengapa perjalanan isra’ dan mi’raj dari Masjidil Haram dan ke Masjid Al-Aqsha. {Mahasuci Allah Swt, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad Saw) pada malam hari dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya. Agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat}. (Q.S Al-Isra’ : 1). Hal ini juga menjelaskan kuatnya hubungan antara Masjid Al-Aqsha dengan Islam dari segala sudut. Selain menjadi tempat turunnya wahyu dan tempat kenabian serta kerasulan, juga menjadi tempat mi’rajnya Rasulullah Saw. Imam Ibnu Kasir dalam tafsirnya menyampaikan : “Kemudian Rasulullah Saw mengendarai Al-Buraq (menuju masjid Aqsa), dan ketika dia tiba di masjid Al-Aqsa beliau mengikatkannya kemudian masuk dan menunaikan sholat tahiyyatul masjid”.  Nabi Saw menunaikan shalat dua rakaat di masjid Al-Aqsa sebagai penghormatan terhadap masjid Aqsa bukan tempat ibadah lain, seperti Gereja Kebangkitan misalnya. Kemudian beliau shalat subuh setelah mi’raj,  sebagai penegasan bahwa masjid tersebut di bawah perlindungan umat Islam.

Setelah perjalanan isra’ dan mi’raj Rasulullah Saw, Masjid Al-Aqsa telah menjadi salah satu tempat suci yang tertanam dalam hati orang-orang beriman, yang berakidah Islam, akidah yang ajarkan sebelumnya oleh Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’kub, nabi-nabi keturunan mereka, Musa dan Isa, semoga rahmat Allah kepada mereka semuanya. Dalam sebuah hadis dinyatakan : {Janganlah kalian melakukan ritual perjalan, kecuali ke salah satu dari tiga masjid berikut : Masjidil Haram, Masjid  Al-Aqsha, dan Masjid Nabawi). Masjid Al-Aqsha menjadi kiblat pertama umat Islam dalam menunaikan shalat, sampai pertengahan tahun kedua Hijrah (kiblat berpindah ke Masjidil haram di Makkah). Masjid Al-Aqsha dari sudut pandang akidah Islam memiliki kedudukan yang sama dengan Masjidil Haram, dari apek ; kesucian dan ikatan batin dan perlindungan. Di antara hal yang tidak boleh kita abaikan dan acuh adalah bahwa kelalaian melaksanakan kewajiban terhadap Masjid Aqsha ; merupakan bentuk kelalaian dalam menunaikan dan memenuhi hak-hak Masjidil Haram dan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Hadits-hadits Rasululloh Saw dan riwayat-riwayat lainnya tentang Masjid Al-Aqsha menegaskan dan menjelaskan semua kerangka hukum syariat terkait persolan Masjid Al-Aqsa dan Palestina. Sehingga tidak ada justifikasi dan pembenaran atas kelalaian terhadap Masjid Al-Aqsa.